Pagi itu, suasana di Udjo Ecoland membangkitkan kembali romansa masa lalu tentang lingkungan teduh, berudara segar yang diciptakan oleh rumpun bambu. Daun-daun bambu bergesekan tertiup angin yang menyelinap di antara sela-sela menambah syahdu dan sejuk suasana.

Udjo Ecoland merupakan kawasan konservasi tanaman bambu, agrowisata serta tempat pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi sejak tahun 2013 oleh Saung Angklung Udjo dan masyarakat Desa Cimenyan. Kawasan itu berlokasi sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Bandung, tepatnya di Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Kawasan ini didirikan atas dasar keprihatinan akan kondisi lingkungan dan maraknya alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara. "Berawal dari peristiwa bencana banjir bandang yang melanda Bandung beberapa tahun silam, salah satu penyebabnya ialah alih fungsi lahan yang tidak terkendali. “Lalu, bagaimana kita berpikir dari tingkat terkecil dapat menyebarluaskan edukasi mengelola lingkungan yang baik untuk kehidupan," kata Head of Business Development Udjo Ecoland, Satria Akbar, kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Di Indonesia sendiri, pemanfaatan tanaman bambu telah berlangsung sangat lama. Masyarakat perdesaan sejak zaman dahulu sudah menggunakan bambu untuk berbagai keperluan penunjang kehidupan. Tak hanya mendatangkan manfaat ekonomi belaka, bambu juga punya potensi besar untuk dijadikan sebagai tanaman konservasi lingkungan.

Salah satu keunggulan bambu sebagai tanaman konservasi lingkungan adalah kemampuannya dalam menjaga ekosistem air.

Salah satu keunggulan bambu sebagai tanaman konservasi lingkungan adalah kemampuannya dalam menjaga ekosistem air. Sistem perakaran tanaman bambu sangat rapat. Akar-akarnya menyebar ke segala arah, baik menyamping ataupun ke dalam. Lahan tanah yang ditumbuhi rumpun bambu biasanya menjadi sangat stabil.

Di Udjo Ecoland, pengunjung diajak untuk mengenal segala jenis bambu. Ada sekitar 34 jenis bambu yang tumbuh di kawasan seluas 5 hektare ini. Bambu yang dibudidayakan di kawasan ini mayoritas adalah jenis Gigantochloa atroviolacea atau bambu hitam yang umumnya dipakai sebagai bahan alat musik tradisional angklung, furnitur, fesyen, dan perkakas rumah tangga.

Selain itu, pengunjung juga dapat berwisata sekaligus belajar tentang peternakan, pengolahan sampah, konservasi dan tentunya dapat melihat langsung proses pembuatan angklung. Masyarakat sekitar pun diajak aktif untuk memanfaatkan program agrowisata di kawasan tersebut guna meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi.

Hutan bambu di kawasan Udjo Ecoland memiliki peran ekologis untuk menghadapi ancaman lingkungan dan dampak buruk perubahan iklim. Selain itu, dengan adanya kawasan tersebut diharapkan mampu memberikan edukasi serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peduli terhadap lingkungan.

Foto dan Teks

Abdan Syakura

 

Editor

Edwin Putranto

 

Desain

Baskoro Adhy

top

Upaya Konservasi Lingkungan Dengan Bambu